Minggu, 22 Juni 2014

Stagnasi Pariwisata Kota Kita (Refleksi HUT 332 Kota Bandarlampung)



Tinggal menghitung hari saja, milad (hari jadi) Kota Bandarlampung yang ke 332 diperingati. Namun serangkaian acara guna perayaan menuju milad pada 17 Juni nanti telah digelar. Semuanya itu terangkum dalam Begawi Bandarlampung 2014 yang telah diresmikan pembukaannya pada Selasa, 10 Juni 2014 lalu, bertempat di Lapangan Kalpataru, Kemiling, Tanjungkarang Barat.
Meski diresmikan pada ujung Barat Tanjungkarang Kota Bandarlampung, ada juga kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian HUT Kota yang diadakan di daerah pusat kota. Peresmian pembukaan Begawi Bandarlampung (tentu saja) dilakukan oleh walikota setempat, Herman HN. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari pemberitaan di laman antaranews.com: even ini dilaksanakan guna mengajak masyarakat berperan aktif bersama untuk meningkatkan pembangunan di berbagai bidang di kota itu. Artinya termasuk juga bidang pariwisata.
Sedangkan pejabat dari Dinas Pariwisata Kota, (dalam pemberitaan yang sama) menyebut bahwa kegiatan ini juga sebagai motivasi untuk memperbaiki potensi guna menunjang kepariwisataan serta sarana penyediaan ruang promosi produk lokal serta menarik investor. (antaranews.com, Rabu, 11 Juni 2014).
Tak ada yang salah dari pernyataan kedua pejabat kota tadi. Toh memang sudah sewajarnya suatu hajatan rutin tahunan diadakan dengan tujuan meningkatkan pembangunan di berbagai bidang di kota yang mengadakannya tak terkecuali memotivasi aspek pariwisatanya. Lihat saja Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan JIExpo Jakarta yang digelar rutin setiap tahun. Selain diposisikan sebagai bentuk perayaan HUT DKI Jakarta, ditujukan juga untuk menggaet wisatawan yang entah lokal maupun internasional.
Akan tetapi, bagi saya – pernyataan mengenai meningkatkan pembangunan dan motivasi pariwisata tadi menarik. Mungkin para pejabat itu tidak sadar bahwa pernyataan mereka adalah sebuah blunder terhadap pembangunan dan pariwisata Kota Bandarlampung ? Mengapa Demikian ? Saya punya argumen untuk menjawabnya.

Pariwisata Kota Bandarlampung ? Banyak !
Saya bangga mengatakan bahwa saya adalah warga Lampung, yang lahir dan bertumbuh di pusat/ ibukota provinsinya, yakni Kota Bandarlampung. Saya merekam suka duka selama hidup di kota berjuluk Tapis Berseri ini dan tanpa canggung (karena menurut saya sebentuk kejujuran positif) harus saya akui – pengetahuan saya mengenai kota kelahiran dan kehidupan saya, masih minim.
Mengenai sejarah kotanya, termasuk tempat-tempat wisatanya. Sehingga tak heran saya pernah terlintas berpikir kalau Kota Bandarlampung ini “sempit dan minim tempat pariwisata.” Bahkan tanpa sungkan kepada kenalan, saya akan menjawab “Ya kayak begitu” atau “Ya, begitu-begitu saja,” jika mereka (kenalan) itu menanyakan gimana Kota Bandarlampung berikut tempat-tempat menarik yang bisa dijadikan destinasi wisata selama berkunjung ke sini.
Namun itu dulu, seiiring waktu, saya mulai mempelajari dan mengenali lebih jauh tentang kota kelahiran saya ini. Selain juga kerap mencermati media cetak lokal yang cukup sering juga menurunkan berita berupa interpretatif news atau feature mengenai tempat menarik di Kota Bandarlampung. Salah satu media cetak lokal tersebut misalnya Lampung Post yang sekira mulai dari awal tahun 2014 pernah secara rutin menampilkan berita mengenai ini. Kemudian ada tulisan-tulisan serupa dari sastrawan cum budayawan Lampung Isbedy Setiawan yang rutin tampil di media online Teraslampung.com. Dari situ, saya mencatat tempat-tempat yang bernilai sejarah, budaya dan berpotensi wisata antara lain Taman Hutan Kera Tirtosari di Kelurahan Sumur Batu, bekas Penjara Lama Lebak Budi di Jalan Imam Bonjol Tanjungkarang (dekat Pasir Gintung), dan sebagainya.
Pemberitaan Lampung Post mengenai sejumlah tempat itu menambah pengetahuan saya akan Kota Bandarlampung. Dalam kaitannya dengan pariwisata, jika dulu saya hanya mengetahui tempat wisata pantai atau Museum Lampung sebagai obyek wisata yang ada di Kota Bandarlampung. Kini, tak lagi. Sederet tempat wisata yang ada di Kota Bandarlampung bisa saya sebutkan. Sampai disini, dapat dikatakan obyek pariwisata Kota Bandarlampung itu banyak !

Ada Kepala, Tak Ada Buntut
Idealnya ada perasaan bangga. Alih-alih justru rasa minder atau ketidapercayaan diri yang menghinggapi saya. Apa pasalnya ? Meskipun secara kuantitas, Bandarlampung memiliki banyak potensi wisata, secara kualitas masih terabaikan. Sebagai contoh salah satunya ialah objek Taman Hutan Kera di Kelurahan Sumur Batu yang (kalau tak salah) oleh Walikota Herman HN ditetapkan menjadi cagar budaya/ alam kota.
Penetapan tersebut merupakan hal yang sangat baik Karena pastinya akan berdampak positif bagi keberadaan tempat itu. Nyatanya, di lapangan sebaliknya atau keadaan yang memprihatinkan. Fakta ini saya ketahui ketika mengikuti Workshop Tata Kelola Kehutanan yang digagas oleh sebuah komunitas pers bekerjasama dengan LSM internasional USAid di awal bulan April Lalu. Fakta ini saya ketahui dari pemaparan peserta workshop dimana beberapa di antara mereka menyoroti taman hutan kota ini sebagai fokus hasil jurnalistik mereka.
Peserta workshop yang mengangkat tema tentang Taman Hutan Kera, semuanya bertutur sama akan kondisi kekinian cagar budaya/ alam tersebut yang tidak terurus dan sebagainya. Ini baru di satu tempat. Bagaimana dengan tempat lain ? Pemberitaan di Lampung Post bisa ditelusuri. Malah dulu pernah diberitakan Pasar Seni Enggal, justru pernah distigmanisasi sebagai tempat mesum (Lampung Post, 20 April 2011). Miris sekali, meskipun kini sudah tidak lagi.
Karenanya, pernyataan dari pejabat setempat yang mengagungkan pariwisata kota ini, sebenarnya tak lebih dari pernyataan retorika semata. Apa yang diucapkan, digaungkan berkali-kali – sungguh berbeda dengan apa yang nampak di lapangan.
Padahal, seandainya saja pihak eksekutif kita bisa komitmen dan konsisten. Seiya, sekata antara ucapan dan tindakan. Saya yakin pariwisata di Kota Tapis Berseri ini berprospek cerah, baik bagi masyarakat setempatnya semisal membuka lapangan pekerjaan baru di bidang pariwisata yang berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat dan (semoga) menurunnya angka kemiskinan.
Sedangkan bagi pemerintah setempat semisal menaikkan PAD dan posisi tawar terhadap para investor yang berminat berinvestasi di Bandarlampung. Saya bukan berkampanye disini, namun harus disebut contoh kota yang sadar dan sungguh-sungguh menggarap potensi pariwisata kota mereka dengan baik, yakni Kota Solo di masa kepemimpinan Joko Widodo alias Jokowi. Hasilnya Kota Solo menjadi satu-satunya Kota di Indonesia yang masuk menjadi anggota World Heritage di tahun 2007.
Bandarlampung, sejatinya punya potensi lebih dari Solo. Tapi ya itu, masalahnya terletak di komitmen tadi. Istilahnya ada kepala, tak ada buntut. Kiranya ini menjadi koreksi di usia Kota Bandarlampung yang telah 332 tahun dan sebentuk doa – harapan supaya lebih baik lagi. (Dimuat dalam surat kabar Lampung Post edisi Sabtu, 21 Juni 2014/ Karina Lin)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar